Selasa, 23 Desember 2008

UU No 11 Tahun 2008 tentang Informatika

Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informatika

Sejak ditetapkannya UU No 11 Tahun 2008 tentang Informatika pada 21 April 2008, telah menimbulkan banyak korban. Berdasarkan pemantauan yang telah aliansi lakukan paling tidak telah ada 4 orang yang dipanggil polisi dan menjadi tersangka karena diduga melakukan tindak pidana yang diatur dalam UU ITE. Para tersangka atau korban UU ITE tersebut merupakan pengguna internet aktif yang dituduh telah melakukan penghinaan atau terkait dengan muatan penghinaan di internet.

Orang-orang yang dituduh berdasarkan UU ITE tersebut (lihat tabel lampiran) kemungkinan seluruhnya akan terkena pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (1) UU ITE yakni dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah, pasal tersebut menyatakan bahwa:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik

Aliansi prihatin dengan kondisi ini dan seperti yang telah kami katakan beberapa waktu lalu bahwa Aliansi pada prinsipnya tidak menolak pengaturan muatan internet karena hal itu penting bagi perlindungan publik atas konten muatan pornografi (terutama pornografi anak), penghasutan yang berakibat kekerasan dan kejahatan lainnya. Namun perumusan tindak pidananya haruslah jelas, dan tidak menimbulkan multi intrepretasi apalagi kalau bersifat over kriminalisasi dan over legislasi seperti yang diatur dalam UU ITE.

Aliansi menilai bahwa pasal-pasal tindak pidana yang mengatur konten muatan dalam UU ITE khususnya pasal 27 dan 28 UU ITE sangatlah luas dan umum. Ini akan menjadi momok baru para pengguna internet maupun komunitas-komunitas pengguna internet serta pengguna informasi elektronik lainnya. Secara umum aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan bersifat keranjang sampah dan multi intrepretasi. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis, maupun individu yang melakukan forward ke alamat tertentu.

Misalnya untuk pasal 27 ayat (3) UU ITE terminologi “memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik” merupakan terminologi yang sangat luas. Penghinaan dan pencemaran dalam UU ITE ini juga akan menabrak seluruh konsep dan doktrin hukum pidana dalam KUHP yang telah dijadikan acuan saat ini. Karena dalam KUHP penghinaan di jelaskan dengan bermacam-macam katgori dan ancaman yang berbeda, ITE mencampur adukkan seluruh doktrin itu dan memberikan ancaman yang jauh lebih berat tanpa kategori yakni penjara 6 tahun dan denda 1 miliar rupiah. Selain itu pasal tersebut tidak memberikan pembenaran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembelaan kepentingan umum.

Walaupun pada beberapa waktu yang lalu pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika, Muhammad Nuh, yang menyatakan telah menjamin bahwa pasal 27, yang bisa menyeret siapa pun ke penjara karena melakukan penghinaan lewat sarana elektronik tersebut tidak akan berlaku terhadap pers. Karena menururtnya dalam Undang-Undang Pers telah menyatakan, bahwa pers wajib melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum. Namun aliansi mengganggap hal itu bukanlah garansi karena justru UU ITE dapat digunakan untuk menghajar seluruh aktivitas di internet tanpa ter kecuali jurnalis.


Bank Data Nasional di Batola

Bank Data Nasional di Batola


Dalam rangka lebih mengintensifkan penerimaan perpajakan, maka dukungan sistem informasi yang memadai sangat diperlukan. Untuk itu, Pemkab Batola bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Pajak Banjarmasin melakukan sosialisasi sistem Single Identification Number (SIN) dan Bank Data Nasional kepada 52 perserta dari pejabat di lingkungan Pemkab Batola, para pejabat instansi terkait, serta pimpinan BUMN dan BUMD dalam wilayah Kabupaten Batola.

Bupati Batola Drs H Eddy Sukarma Msi mengemukakan, SIN merupakan model identifikasi suatu objek yang sama, meskipun dikelola oleh lembaga yang berbeda. Dan dapat juga identifikasi setiap personal melalui identitas yang sama untuk berbagai kepentingan, meski dikelola instansi yang berbeda pula.

Dengan konsep tersebut, menurut Eddy, identitas yang tunggal dapat dipergunakan oleh lembaga yang berbeda-beda. Dan dalam rangka mewujudkan SIN yang disertai kelengkapan informasi, berkaitan erat dengan keberadaan sumber-sumber informasi yang tersedia. Untuk itu sangat diperlukan adanya kesamaan visi, persepsi dan pemahaman, antara semua stakeholders, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk koordinasi kerja dan pemanfaatan informasi bersama secara lintas sektoral.

Berkaitan dengan itu, sangat diperlukan perangkat sistem digital yang dapat merekam, menganalisa, sekaligus mendistribusikan semua data informasi berkenaan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

"Selain SSIN, di dalam terminologi teknologi informasi saat ini, perangkat yang diperlukan adalah Bank Data Nasional yang berperan menyediakan data dan informasi berupa asset pribadi, asset perusahaan, asset daerah, bahkan asset negara untuk digunakan oleh banyak lapisan.


SIM NAS Perencanaan Pembangunan

SIM NAS
Sistem Informasi Manajemen Perencanaan Pembangunan Nasional

Sistem informasi telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan terbukti sangat berperan dalam kegiatan perekonomian dan strategi penyelenggaraan pembangunan. Keberadaan sistem informasi mendukung kinerja peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi pemerintah dan dunia usaha, serta mendorong pewujudan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sistem informasi yang dibutuhkan, dimanfaatkan, dan dikembangkan bagi keperluan pembangunan daerah adalah sistem informasi yang terutama diarahkan untuk menunjang perencanaan pembangunan daerah. Hal ini perlu diingat karena telah terjadi perubahan paradigma menuju desentralisasi di berbagai aspek pembangunan.

Salah satu paradigma baru itu adalah perihal perencanaan pembangunan daerah. Mulai tahun 2001, seiring dengan pemberlakuan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999, maka perencanaan pembangunan daerah telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Dan dengan terbitnya UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Dengan demikian, kiat di balik desentralisasi adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat, partisipasi dalam perencanaan pembangunan, dan pencapaian akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi.

Telah banyak dikembangkan sistem informasi yang berbasis data perencanaan pembangunan, yang beroperasi baik di pusat maupun di daerah. Akan tetapi, harus diakui bahwa pada umumnya sistem informasi yang telah dikembangkan itu hanya menyangkut aspek tertentu dalam perencanaan pembangunan. Misalnya, Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri (Simdagri) dan SIM Daerah (Simda), yang penerapan pengelolaannya di daerah dilakukan oleh Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) di daerah. Contoh lain adalah yang berkaitan dengan aspek ruang, yaitu Sistem Informasi Geografis (SIG), yang dikembangkan melalui proyek berbantuan luar negeri Land Resources Evaluation and Planning (LREP) dan Marine Resources Evaluation and Planning (MREP); atau sistem informasi yang menyangkut aspek lingkungan, seperti Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD) serta Neraca Sumber Daya Alam dan Spasial Daerah (NSASD) di setiap daerah.

Dengan adanya Sistem Informasi dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Nasional (Simrenas) ini, diharapkan dapat menata berbagai aspek data perencanaan pembangunan secara terintegrasi dan komprehensif, baik dalam hal struktur, jenis maupun format data untuk perencanaan pembangunan.

Strategi Komputerisasi di Tahun 2008

Strategi Komputerisasi di Tahun 2008

Sadar atau tidak, informasi merupakan komoditi strategis di abad mendatang. Globalisasi informasi memaksa Indonesia untuk memperhitungkan sistem informasi pendidikan dan pembangunannya supaya tetap kompetitif di era globalisasi. Untuk itu, alternatif strategi yang memungkinkan Indonesia secara swadaya dan swadana masyarakat membangun sistem informasi nasional-nya perlu dipikirkan sejak dini. Hal ini penting untuk lebih meningkatkan local content dan meningkatkan bargaining power Indonesia terhadap luar negeri.

Mengapa infrastruktur/sistem informasi nasional? Bayangkan apa jadinya masyarakat jika kebijaksaan pemerintah diputuskan hanya berdasarkan argumentasi "hand-waving" tanpa ditumpu data yang lengkap. Bagaimana dengan koordinasi antar departemen? - contoh klasik, penggalian jalan raya untuk telepon/listrik/air minum yang tidak pernah tuntas. Dapatkah masyarakat umum dengan mudah mengetahui/mengakses berbagai informasi, pengetahuan teknologi tepat guna, perundangan, yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat banyak? Semua ini penting dipertimbangkan dalam membangun sistem informasi nasional yang menumpu Indonesia yang kompetitive. Dua faktor/parameter utama yang perlu diperhitungkan dalam strategi pengembangan sistem informasi nasional adalah SDM yang berkualitas dan alternatif sistem/teknologi yang digunakan.

Sistem informasi tertulis yang interaktif (dua arah) umumnya lebih strategis untuk pembangunan masyarakat karena memungkinkan pembentukan sistem umpan balik yang memungkinkan seluruh sistem negara yang stabil dan merata. Untuk menjangkau pelosok tanah air, perlu dipertimbangkan media, teknologi & metoda komunikasi sehingga dapat dibangun secara swadaya & swadana dengan teknologi Indonesia. Hal ini perlu untuk menekan 70-80% ketergantungan peralatan komunikasi import saat ini. Di samping itu, sistem informasi pelosok harus dapat diintegrasikan dengan tulang punggung informasi nasional (national information highway). Pesatnya teknologi informasi berbasis komputer, cepat atau lambat sistem yang dikembangkan harus menggunakan komputer yang terintegrasi dalam jaringan komputer.

Standarisasi penting, dunia telah membangun sebuah jaringan komputer InterNet yang menggunakan standard protokol TCP/IP yang memungkinkan berbagai information superhighway (ratusan Mbps) untuk berintegrasi bermacam jenis komputer bahkan dengan jaringan packet radio yang telah berkembang di Indonesia. Mengingat TCP/IP adalah protokol yang terbuka, kami menghimbau penggunaan protokol TCP/IP sebagai standard dalam pengembangan infrastruktur informasi nasional. Sebagian besar teknologi TCP/IP bahkan sudah dapat dibuat dan dikembangkan sendiri di Indonesia dengan dimotori oleh rekan-rekan di ITB.

Dari aspek teknologi, tentunya akan sangat berguna jika Indonesia dapat membangun infrastruktur informasi nasional secara mandiri - prioritas perlu diberikan pada infrastruktur informasi hulu untuk menjamin sinergi pembangunan sistem informasi nasional; di samping menambah local content dari peralatan telekomunikasi yang diinstalasi. Beberapa alternatif teknologi informasi hulu, seperti packet radio network dan interkom, telah dibuat sendiri bahkan diimplementasikan dengan swadaya dan swadana masyarakat. Bahkan tidak tanggung-tanggung, digunakan untuk mengintegrasikan beberapa universitas di Indonesia timur dan sekolah menengah atas ke berbagai jaringan perguruan tinggi yang telah beroperasi khususnya di Jawa. Menarik bahwa sebagian besar proses bertumpu pada inisiatif dan swadaya masyarakat. Hal ini sangat membantu proses pendidikan jarak jauh dengan meningkatkan effisiensi pendidik dibantu media elektronik. Tentunya sangat membantu program wajib belajar yang dicanangkan. Badan-badan nasional perlu memikirkan peluang regulasi dan kesempatan untuk memungkinkan percepatan perkembangan infrastruktur informasi hulu berbasis swadaya masyarakat dengan teknologi Indonesia.

Saat ini, implementasi teknologi informasi hulu lebih dititik beratkan pada institusi SDM. Hasil nyata telah terlihat dengan meningkatnya penguasaan teknologi informasi oleh cukup banyak SDM di Indonesia yang kebetulan saat ini masih terpusat di wilayah Bandung. Dengan bantuan Dewan Riset Nasional (DRN) yang membuka kemungkinan beberapa perguruan tinggi & lembaga penelitian untuk mengakses jaringan komputer InterNet melalui IPTEK-NET merupakan investasi yang sangat terasa manfaatnya bagi pembentukan SDM terutama karena terbukanya akses para mahasiswa & peneliti ke sumber informasi mutakhir di manca negara. Akhirnya, terjadi akselerasi proses pembentukan SDM yang sangat menguntungkan.

Penguasaan teknologi dan terbentuknya SDM, memungkinkan kemudahan pembangunan infrastruktur sistem informasi nasional yang bersifat multisektoral dan melewati batas departemental sehingga sangat memudahkan koordinasi antar departemen. Hal ini membuka kemungkinan kemudahan akses berbagai information server multisektoral. Tidak mustahil, timbul sebuah standard Geographics Information System (GIS) nasional yang mudah diakses - yang merupakan bagian cukup penting sebuah sistem informasi nasional yang sangat strategis untuk pembuatan kebijakan nasional yang sifatnya multisektoral dan multidisiplin.

Sebagai rangkuman, standard TCP/IP disarankan sebagai standard nasional. Teknologi infrastruktur informasi hulu yang telah dikuasai Indonesia telah diimplementasikan dan dapat dikembangkan lebih lanjut dalam skala prioritas. Pembentukan SDM & penguasaan teknologi dipercepat oleh adanya infrastruktur informasi nasional. Sistem GIS lintas sektoral yang terbentuk akan sangat membantu penentuan kebijakan nasional. Regulasi perlu dibuka khususnya untuk mempermudah pembangunan sistem informasi untuk membantu pembentukan SDM.

Minggu, 02 November 2008

Istilah Dalam TI

Istilah-Istilah Dalam TI

Backbone
- Jalur berkecepatan tinggi atau satu seri koneksi yang menjadi jalur utama dalam sebuah network.

Binary - Biner. Yaitu informasi yang seluruhnya tersusun atas 0 dan 1. Istilah ini biasanya merujuk pada file yang bukan berformat teks, seperti halnya file grafis.

Bandwidth - Besaran yang menunjukkan seberapa banyak data yang dapat dilewatkan dalam koneksi melalui sebuah network.

Bit - BInary digiT. Satuan terkecil dalam komputasi, terdiri dari sebuah besaran yang memiliki nilai antara 0 atau 1.

bps - Bit Per Seconds. Ukuran yang menyatakan seberapa cepat data dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain.

Browser - Sebutan untuk perangkat lunak (software) yang digunakan untuk mengakses World Wide Web.

Byte - Sekumpulan bit yang merepresentasikan sebuah karakter tunggal. Biasanya 1 byte akan terdiri dari 8 bit, namun bisa juga lebih, tergantung besaran yang digunakan.

CGI - Common Gateway Interface. Sekumpulan aturan yang mengarahkan bagaimana sebuah server web berkomunikasi dengan sebagian software dalam mesin yang sama dan bagaimana sebagian dari software (CGI Program) berkomunikasi dengan server web. Setiap software dapat menjadi sebuah program CGI apabila software tersebut dapat menangani input dan output berdasarkan standar CGI.

DNS - Domain Name Service. Merupakan layanan di Internet untuk jaringan yang menggunakan TCP/IP. Layanan ini digunakan untuk mengidentifikasi sebuah komputer dengan nama bukan dengan menggunakan alamat IP (IP address). Singkatnya DNS melakukan konversi dari nama ke angka. DNS dilakukan secara desentralisasi, dimana setiap daerah atau tingkat organisasi memiliki domain sendiri. Masing-masing memberikan servis DNS untuk domain yang dikelola.

DSL - Digital Subscriber Line. Sebuah metode transfer data melalui saluran telepon reguler. Sirkuit DSL dikonfigurasikan untuk menghubungkan dua lokasi yang spesifik, seperti halnya pada sambungan Leased Line (DSL berbeda dengan Leased Line). Koneksi melalui DSL jauh lebih cepat dibandingkan dengan koneksi melalui saluran telepon reguler walaupun keduanya sama-sama menggunakan kabel tembaga. Konfigurasi DSL memungkinkan upstream maupun downstream berjalan pada kecepatan yang berbeda (lihat ASDL) maupun dalam kecepatan sama (lihat SDSL). DSL menawarkan alternatif yang lebih murah dibandingkan dengan ISDN.


Kamis, 23 Oktober 2008

Fraud Dalam Pelayanan Kesehatan dan Asuransi Kesehatan


FRAUD DALAM PELAYANAN KESEHATAN DAN ASURANSI KESEHATAN

Perkembangan asuransi kesehatan termasuk di negara berkembang menunjukkan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat dan menyadari bahwa solusi utama dalam memperoleh pelayanan kesehatan adalah melalui asuransi kesehatan. Namun pada saat yang sama semua pihak juga berusaha untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dalam proses tersebut. Karena keinginan untuk memperoleh manfaat tersebut maka tidak dapat dihindari terjadinya keinginan untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari proses tersebut. Perbuatan atau tindakan tersebut dilakukan terutama setelah mengetahui celah-celah yang bisa dimanfaatkan dalam upaya untuk mencari keuntungan dari proses tersebut.
Pengalaman perusahaan asuransi kesehatan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa fraud dan abuse dalam asuransi kesehatan dapat mencapai 10% dari total biaya pelayanan kesehatan setiap tahun. Terjadinya fraud di Indonesia masih belum dapat ditampilkan karena belum adanya suatu bentuk investigasi rutin terhadap klaim yang diajukan kepada perusahaan asuransi. Hal ini merupakan kelemahan yang harus diperbaiki kedepan untuk mencari solusi terhadap kemungkinan adanya fraud tersebut di Indonesia.
Dalam asuransi kesehatan dikenal adanya klaim yang diajukan oleh peserta asuransi secara individual kepada perusahaan asuransi dan bentuk lain adalah pengajuan klaim yang dilakukan secara institusi oleh Pemberi Pelayanan

Kesehatan (provider). Tentunya dari kedua bentuk pengajuan klaim inipun tidak tertutup kemungkinan bahwa terjadi fraud sehingga dapat menimbulkan kerugian pada perusahaan asuransi.
Dalam asuransi kesehatan kita mengenal adanya 3 pihak yang saling berhubungan yaitu pihak peserta sebagai pihak yang memperoleh manfaat, pemberi pelayanan kesehatan (provider) sebagai pihak yang memberikan pelayanan sesuai dengan manfaat yang menjadi hak peserta dan perusahaan asuransi sebagai pihak yang mengelola pembiayaan manfaat tersebut. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan asuransi kesehatan khususnya asuransi sosial, maka Pemerintah bertindak sebagai pihak regulator dan mempunyai peranan yang sangat besar. Adanya para pihak tersebut dan keterkaitan masing2 pihak dalam kaitannya dengan manfaat asuransi kesehatan serta terjadinya fraud akan dapat diuraikan.
Fraud dalam pelayanan kesehatan disebut sebagai suatu bentuk upaya yang secara sengaja dilakukan dengan menciptakan suatu manfaat yang tidak seharusnya dinikmati baik oleh individu atau institusi dan dapat merugikan pihak lain. Menurut National Haelth Care Anti-Fraud Association’s (NHCAA) menyatakan bahwa “Health care fraud is an intentional deception or misrepresentation that the individual or entity makes knowing that the misrepresentation could result in some unauthorized benefit to the individual, or the entity or to some other party.”
Fraud dalam pelayanan kesehatan dilakukan terhadap hal2 atau keadaan dan situasi yang berhubungan dengan proses pelayanan kesehatan, cakupan atau manfaat pelayanan kesehatan dan pembiayaannya.
Dalam pelayanan kesehatan juga dikenal yang disebut sebagai abuse yaitu bentuk lain yang dapat merugikan dalam pelayanan kesehatan. Namun istilah ini lebih banyak digunakan dalam asuransi kesehatan yang diartikan sebagai kegiatan atau tindakan yang merugikan dalam pelayanan kesehatan tetapi tidak termasuk dalam kategori fraud. Abuse dapat berupa malpraktek atau overutilization.

Berdasarkan Heath Insurance Assosiciation of America (HIAA), fraud dalam pelayanan kesehatan atau asuransi kesehatan dapat dikategorikan sebagai berikut:
• Fraud oleh peserta asuransi kesehatan sebagai konsumen
• Fraud oleh pemberi pelayanan kesehatan (provider)
• Fraud oleh perusahaan asuransi

Dengan demikian maka fraud dapat dilakukan oleh para pihak yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan sehingga perlu ditelusuri dari pihak mana saja yang telah melakukan fraud tersebut.
Fraud yang biasa dilakukan oleh konsumen atau peserta asuransi kesehatan antara lain:
· Membuat pernyataan yang tidak benar dalam pengajuan klaim
· Membuat pernyataan yang tidak benar dalam hal eligibilitas untuk memperoleh pelayanan kesehatan atau pada waktu mengajukan klaim.
Fraud oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (provider) dapat dilakukan baik oleh individu dalam institusi tersebut misalnya dokter, perawat, dll, maupun secara intitusi yang secara sengaja melakukan fraud. Bentuk fraud oleh individu dilakukan secara sengaja untuk meningkatkan insentif bagi yang bersangkutan. Sementara fraud yang dilakukan oleh institusi memang dilakukan untuk meningkatkan tagihan klaim yang berarti meningkatkan pendapatan institusi tersebut.

Bentuk fraud yang biasa dilakukan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan antara lain:
· Pengajuan klaim dengan mencantumkan pelayanan atau tindakan yang tidak diberikan, misalnya pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap 2 jenis pemeriksaan tetapi diajukan sebagai 3 jenis pemeriksaan atau lebih.
· Melakukan manipulasi terhadap diagnosa dengan menaikkan tingkatan jenis tindakan misalnya appendiectomy ditagihkan sebagai appendiectomy dengan komplikasi yang memerlukan operasi besar sehingga menagihkan dengan tarip lebih tinggi.
· Memalsukan tanggal dan lama hari perawatan. Hal ini biasanya terjadi dengan menambahkan jumlah hari rawat dengan cara menambahkan tanggal perawatan padahal pasien sudah pulang kerumah.
· Melakukan penagihan klaim dengan tarip yang lebih besar dari yang seharusnya, misalnya tagihan alat kesehatan yang lebih besar dari harga regular.
· Melakukan klaim obat dengan nama dagang padahal yang diberikan adalah obat dengan nama generik.

Berdasarkan pengalaman di Amerika Serikat, jenis fraud yang paling sering dilakukan oleh provider adalah memalsukan diagnosa dan tanggal pelayanan yang mencapai 43 % dari kasus. Disamping itu fraud yang dilakukan untuk meningkatkan tagihan klaim dengan membuat tagihan terhadap pelayanan yang tidak diberikan mencapai 34 %.
Pada prinsipnya bisnis asuransi adalah bisnis yang berbasiskan kepercayaan. Adapun kepercayaan tersebut adalah antara peserta asuransi atau konsumen terhadap dokter atau Pemberi Pelayanan Kesehatan (provider) sehingga seringkali hubungan antara pasien dan dokter menjadi hubungan asymetri karena pasien sangat pasrah terhadap dokter atau PPK yang menentukan semua jenis tindakan yang akan diberikan kepada peserta. Kepercayaan antara peserta terhadap perusahaan asuransi bahwa manfaat yang sudah diperjanjikan akan benar-benar diperoleh peserta asuransi. Hal ini seringkali juga menimbulkan ketidak seimbangan karena perusahaan asuransi yang menentukan semua ketentuan yang harus diikuti oleh peserta. Kepercayaan juga antara perusahaan asuransi terhadap Pemberi Pelayanan Kesehatan dengan harapan bahwa pelayanan yang diberikan dapat memuaskan peserta sehingga akan memberi dampak positif baik terhadap Pemberi Pelayanan Kesehatan maupun perusahaan asuransi. Dengan dasar ini maka sebenarnya persoalan fraud dapat diatasi apabila kepercayaan ini tetap terjaga antar ketiga pihak tersebut.
Karena fraud ini merupakan suatu kegiatan atau tindakan yang dapat memberi dampak yang sangat besar dalam pembiayaan pelayanan kesehatan maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya fraud.
Berdasarkan pengalaman berbagai negara maju, fraud dapat dicegah antara lain melalui peran semua pihak terkait Pemerintah:
· Menetapkan ketentuan hukum atau undang-undang tentang fraud yang mencantumkan tentang hukuman yang dapat dikenakan kepada yang melakukan fraud tersebut.
· Disamping itu Pemerintah perlu menetapkan standar pelayanan, standar terapi, standar obat dan alat kesehatan yang dapat menjadi acuan dalam semua tindakan pelayanan kesehatan. Dengan demikian maka adanya fraud dapat ditelusuri berdasarkan ketentuan yang sudah ditetapkan.

Pemberi Pelayanan Kesehatan (provider):
· Pemberi Pelayanan Kesehatan mempertahankan kepercayaan perusahaan asuransi terhadap pelayanan yang diberikan dan diwujudkan dalam bentuk pengajuan klaim yang sesuaidengan pelayanan yang diberikan dan akurat.
· Pemberi Pelayanan Kesehatan mempertahankan kepercayaan pasien atau peserta asuransi dengan memberikan pelayanan sesuai dengan standar2 yang telah ditetapkan serta manfaat yang seharusnya menjadi hak peserta dengan baik.

Peserta asuransi:
· Melengkapi identitas sebagai peserta dengan sebenarnya dan tidak memberi peluang untuk disalahgunakan oleh yang tidak berhak.
· Meminta informasi terhadap pelayanan yang diberikan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan, dokter dan perawat.
Perusahaan asuransi:
· Melakukan investigasi rutin terhadap klaim yang diajukan secara acak dengan melakukan cross check terhadap medical record.
· Melakukan konsultasi kepada Medical Advisory Soard (MAS) terhadap klaim yang diajukan atau jenis tindakan dan terapi yang diberikan oleh provider. Disamping itu MAS dapat bertindak sebagai pihak yang memberikan second opinion terhadap tindakan yang akan diberikan Pemberi Pelayanan Kesehatan kepada pasien.

Dengan kemajuan perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia yang saat ini telah mencapai 42 % dari total penduduk memliki asuransi kesehatan maka kasus2 fraud dan abuse harus menjadi perhatian bersama. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan yang terjadi hanya karena akibat terjadinya fraud harus dihindarkan. Oleh sebab itu peran serta seluruh stakeholders sangat menentukan untuk melakukan pencegahan dan mengurangi kemungkinan terjadinya fraud tersebut. "

Senin, 20 Oktober 2008

Sistem Kerja LSP Telematika Sangat Mencemaskan Lulusan Perguruan Tinggi

LSP Telematika

LSP Telematika Adalah Lembaga yang Menyiapkan Lulusan-lulusannya Untuk Bekerja di Berbagai Bidang di Suatu Perusahaan. Namun Sistem Kerja Dari LSP Sangat Meresahkan Lulusan-Lulusan Dari Perguruan Tinggi,karena LSP Tidak Mengakui Lulusan-lulusan dari Perguruan Tinggi. Oleh Sebab itu LSP Harus Kita Beri Pengarahan Bagaimana Menyiapkan Sistem Kerja LSP yang Baik. Pengarahan Sistem Kerja itu Harus berikan oelh Oarng-orang yang Mengerti Tentang Sistem Kerja Suatu Kelembagaan yang akan dibuat oleh Pemilik Suatu Lembaga, agar Tidak Merugikan Orang Banyak Seperti Perguruan Tinggi yang akan Bekerja di Suatu Perusahaan diberbagai Bidang yang diperlukan oleh Perusahaan tersebut. Jd LSP Tidak Perlu diBubarkan akan tetapi Sistem Kerja dari LSP Harus diPerbaiki atau di Sesuaikan Dengan Situasi yang skrng dan yang akan datang, supaya tidak Merugikan Banyak Perguruan Tinggi.

Sabtu, 20 September 2008

Nilai Seorang IT di masa yang akan Datang

Nilai Seorang IT di masa yang akan Datang

Menurut Saya apabila Anda ingin Menjadi Seorang TI, maka Anda harus Memiliki Ketrampilan dalam membuat sebuah Program dan Juga Mengerti Menganalisa Suatu Masalah di Dalam Pembuatan Program. Misalkan : Program Java,Visual Basic,C++, dan Lain Sebagainya. Dengan Begitu Anda akan Mudah Mendapatkan Suatu Pekerjaan dimana Saja. Kenapa Saya Bilang Begitu,karena Setiap Perusahaan akan Membutuhkan Seorang Ahli TI yang Dapat Menganalisa dan Membuat Suatu Jaringan di Perusahaan yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengembangkan atau memajukan Perusahaan Mereka. Untuk itu Nilai Seorang TI Menjadi Mahal di Mata Kita. Pembayaran yang dilakukan Perusahaan untuk Seorang Ahli Dalam Bidang TI Cukup Mahal Tergantung Perjanjian Kedua Belah Pihak. Misalkan Perusahaan Mengontrak Seorang TI Untuk Membangun Suatu Jaringan di Suatu Perusahaan Tersebut selama 6 Bulan. Sedangkan Seorang TI Memasang Harga Sekitar Rp 25-50 Juta selama 6 Bulan,maka Apabila Perusahaan yang bersangkutan setuju,maka Jaringan akan dibuat oleh seorang TI Di Perusahaan tersebut.

Sabtu, 13 September 2008

Harapan dalam Pengembangan ITK

Harapan dalam Pengembangan ITK

Dengan adanya ilmu Pengetahuan Teknologi Komputer kita dapat Mengembangkan Berbagai Macam usaha seperti Warnet,jaringan Tlpn dan lain sebagainya. Disamping itu ITK Juga Mempermudah Pekerjaan Manusia Seperti Mencetak Kertas, Majalah dan lain-lain. Dengan Begitu kita bisa melakukan Pendownloadtan Bermacam-macam Data, Memasukan berbagai Macam Iklan yang kita inginkan Seperti iklan Sampoo, Pendaftaran Mahasiswa baru, dll.

Minggu, 07 September 2008

Keinginan Saya Setelah Lulus Dari Sistem Informasi

Keinginan Saya Setelah Lulus Dari Sistem Informasi

Saya ingin Menjadi Pengusaha yang Besar Memiliki Banyak Suatu Usaha diberbagai Bidang Seperti : Bidang Pembudidayaan Perikanan. Saya Punya Sudah Menjalankan Rencana Saya Meskipun Kecil-Kecilan. Setelah Usaha Saya Berhasil, Saya Akan Membuka Berbagai Cabang Baru di Berbagai Daerah.